Rabu, 14 Maret 2012

Transplantasi

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3Ruo2rtBh-epZT7rrZ42eUftc39-Xu-tj2r6dA1PbeKe3hDPdRcLVKO-eqrLBDXXaaStY62AXZgR9pb82yNk2lpjVHm8DicQ5BeNQl6374d6bGAdXahM6StISes0k6QXmFjvjkut2gkg/s320/PIC_2843.JPG

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDxWEny0mS4HQvc9p0nJ_Lb1qLfH68KuZs3sNsmB9EMRNOK4csdgeO7BqLoqSHINs3x55qz-pNBjeuJmqf0VInswqysSHmuUYiWEwTX6YJrNsvRXkNvVEXABaqpja5dS4fjIHoNsnkdlY/s320/PIC_2938.JPG
 Bucek
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcJPR5wAyjDlJdxtKgoYCLUyKVx6ICeEMDpItoEyqdi0oWQwlJN0FKMMMmyLrY61p9B4F0cMdxHttuydszkiV3eEPGFCNY9hMSaullcOSrqXpRIHGZqN3vQDVrWUHh4G3HqdeIBgDrFOY/s320/PIC_2912.JPG
 Ibrahim F LumbessySukarmin Idrus (4613p)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYKvHZZpgHuPgrpT8SnIRMBB3cgKnsyHlHoAkzpMGTCQrDjy4dWtRWHIGNdNohCcsgAgygbPIzm2qZEbYvdAulArQePt0D8fsJ5IZWj3A12S1BEr4G6skxZ7ihp4-ohNLWgSkKfl1BaVE/s320/PIC_3325.JPG
Vicky
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRJJ60-cYQIt1gTuB0ZaY0U0ClXEqUEPMgc5e8IkshfSKRyq63m80hUGi-3JYQKdQese63yoFzs_Ok1jR1MSfuBKi2V5UQ2JN9H3AQ2DbiVM45L8cUavD4X-hlXH54mH1FkMxGKDYBzAQ/s320/PIC_3320.JPG
 Adifarid & vicky
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinaDocEo6gqzcu_Jvf37rCvyH4UFzYX4WbvxMMQV1ELXUoMn49MuEg3M6CYuP0jMqUZFRy7p0HkWe3TcvnwJAEqRKCSLVvb4EXz5x7EgBz9FmABST2YuWUHd7-rt2GgODJbn_2jt6jUsc/s320/PIC_3323.JPG
 Adifarid
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYImHJFnQsVlV9JsWvKV2zOdbr44njgDq7ntMPn7tU6n6ziBW8LSWXJ6FrzmS3jZpTPfWuoSVPJC_cOtPcFgN3_9bZr49EFvEb1b6gl-u6-8Yk3BfHsxcr0BucT_gihvu9TeXnawOUgLs/s320/PIC_3334.JPG
 Sukarmin Idrus
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDBr_OaXuJQG7aY7JXE6ZHoZu0bSS3S63QnY5mb8YtOadcFkIuEv8PhLRoMvecPYMVuEl9H0rHnEAB4PM4LLBi_ngGKfxqXEL1EKw59LIhyqe8_qWnTYXaeeF4mwkknJFBhYM8fWzFTiE/s320/PIC_3326.JPG
Adifarid
Transplantasi karang di Sulamadaha Ternate (Dibimbing oleh: Aditiyawan Ahmad, S.Pi,M.Si dan Sahlan Norau S.Pi, M.Si


Team Peneliti:
  1. Sukarmin idrus
  2. Ibrahim F Lumbessy
  3. Adifarid B.M
  4. Abubakar Ibrahim
  5. Julfikar Marasabessy


Transplantasi karang di Sulamadaha








Transplantasi karang di Sulamadaha Ternate (Dibimbing oleh: Aditiyawan Ahmad, S.Pi,M.Si dan Sahlan Norau S.Pi, M.Si


Team Peneliti:
  1. Sukarmin idrus
  2. Ibrahim F Lumbessy
  3. Adifarid B.M
  4. Abubakar Ibrahim

Senin, 05 Maret 2012

TRANSPLANTASI KARANG BATU (Acropora sp) DENGAN MENGGUNAKAN SUBSTRAT (BETON) DI PERAIRAN PANTAI SULAMADAHA KOTA TERNATE

sukarmin idrus
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan Indonesia yang luasnya 5,1 juta km2, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2 memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Salah satu keanekaragaman hayati yang hidup di laut adalah terumbu karang. Jumlah jenis karang batu (hard coral) di Indonesia tercatat sebanyak 590 jenis, yang didominasi oleh karang dari genus Acropora (91 jenis), Montipora (29 jenis) dan Porites (14 jenis). (Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 2007)
Namun selama setengah abad terakhir, kualitas terumbu karang (coral reef) di pulau-pulau kecil Indonesia telah turun hingga 50%. Tercatat antara tahun 1989-2000, keberadaan terumbu karang dengan tutupan karang hidup sebesar telah menurun dari 36% menjadi 29% (Hari Sutanta, 2006).
Kerusakan ini lebih banyak disebabkan karena aktivitas manusia. Secara umum ada dua jenis aktivitas manusia yang memicu kerusakan terumbu karang. Pertama, pengambilan ikan secara berlebih. Kedua, pengambilan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan. Pengambilan ikan dengan menggunakan bom dan sianida masih sering terjadi di Indonesia. Sebagai akibat kerusakan terumbu karang, terjadi abrasi atau pengikisan garis pantai secara serius. Pada saat yang sama, memburuknya abrasi juga menyebabkan kerusakan karang dalam luasan yang cukup besar.
Dalam upaya menanggulangi masalah tersebut khususnya dalam rangka memulihkan kembali fungsi dan peranan ekosistem terumbu karang sebagai habitat biota laut, perlu segera diambil tindakan nyata untuk menjaga kelestarian ekosistem karang melalui upaya rehabilitasi sumber daya karang yang sudah mengalami kerusakan. Salah satu upaya tersebut dapat dilakukan melalui transplantasi karang.
Pelaksanaan Transplantasi karang telah banyak dipraktekkan di berbagai pulau di Indonesia. Akan tetapi biasanya transplantasi dilakukan dengan meletakkan sejenis kerangka barang, misalnya kerangka kapal. Mobil, dll yang nantinya diharapkan akan menjadi tempat tinggal baru bagi ikan.

Terumbu Karang merupakan salah satu sumberdaya alam pesisir yang ada di Maluku Utara yang penyebarannya tersebar luas dan belum mendapat perhatian serius tentang permasalahan didalamnya terutama yang terdapat di perairan pantai sulamadaha. Perairan pantai Sulamadaha yang terdapat di kota Ternate termasuk salah satu tempat wisata bahari yang memiliki terumbu karang yang sangat indah dan menarik. Namun sangat disayangkan. Terumbu karang yang terdapat disekitar perairan tersebut terancam rusak. Dalam upaya pelestarian dan pengembangan pantai sulamadaha sebagai tempat wisata bahari maka perlu segera diambil tindakan nyata untuk menjaga kelestarian ekosistem karang melalui upaya rehabilitasi sumberdaya karang, salah satu upaya tersebut dapat dilakukan melalui teknologi transplantasi karang sehingga kelestarian dari ekosistem karang dapat terjaga.

Berdasarkan uraiyan singkat diatas maka dianggap perlu melakukan penelitian tentang Transplantasi Karang Batu (Acropora sp) dengan menggunakan substrat (Beton) di Perairan pantai Sulamadaha Kota Ternate

1.2.Tujuan dan Manfaat Penelitian           
Penelitian ini bertujuan untuk ;
1.      Untuk mengetahui pertumbuhan karang batu (Acropora) yang ditransplantasikan dengan menggunakan substrat (beton) di perairan pantai Sulamadaha.
2.      Mengetahui pengaruh parameter lingkungan terhadap pertumbuhan karang yang di transplantasikan.
1.3. Manfaat Penelitian
            Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan instansi terkait mengenai pentingnya menjaga kelestarian dari terumbu karang, dan sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.












II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.    Klasifikasi
Dalam Klaasifikasi dunia Hewan, Karang Termasuk Dalam Kelas Anthozoa (suatu kelas dalam filum colenterata). Secara garis besar Veron (1986) dalam Yusuf (2005) Mengklasifikasikan karang  Acropora sebagai berikut :
Filum   :Colenterata/Cnidaria
Kelas   : Anthozoa
Ordo    : Scleractinia
Famili  : Acroporidae
Genus  : Acropora
2.2.    Morfologi
Marga Acropora mempunyai bentuk percabangan sangat bervariasi dari karimboba, aborsen, kapitosa dan lain-lain. Ciri khas dari marga ini adalah mempunyai axial koralit dan radial koralit. Bentuk koralit juga bervariasi dari bentuk tubular, harifon dan tenggelam.
Acropora mempunyai bentuk percabangan aborsen dengan percabangan rampai  sampai gemuk.radial koralit membentuk tabung dengan bukan membulat atu oval tersusun merata dan rapat. Warna koloni kecoklatan dengan unjung cenderung memutih. Terbesar di seluruh perairan Indonesia (Wells 1995 dalam Suharsono, 1996).
Terumbuh karang di daerah tropis secara fisik didominasi oleh organisme yang hidupnya menetap dalam jangka waktu yang panjang. Karang Scelractinia yang umumnya yang hidup secara berkoloni dan memiliki alga filamen (zooxanthellae) yang hidup pada jaringan  tubuhnya, memiliki banyak bentuk mulai dari tegak seperti pohon, tabel ataupun semak hinga bentuk yang tidak tegak seperti kerak ataupun piringan. Ukuran maksimum, laju pertumbuhan, laju produksi serta kisan habitat yang didiami sangat berbeda tiap spesiesnya (Tomascik, 1991 dalam Yusuf 2005).
Karang acropora berbeda dari yang lainnya dalam hal dua tipe polip yang di milikinya. Polip bagian tengah atau bagian aksial melintasi bagian tengah dari sebuah cabang dan membuka pada unjungnya. Pada saat unjung cabang tersebut tumbuh maka akan membentuk pucuk dengan sejumla polip jenis lainnya disebut polip radial. Percabangan selanjutnya terjadi pada saat sebuah koralit radial berubah menjadi sebuah koralit aksial dan mulai memanjang dan membentuk pucuk. Tipe  perubahan ini memungkinkan terbentuknya sejumlah besar bentukan sehinga karang Acropora dapat terlihat menyerupai pohon, semak, tabel, pelat dan berbagai bentuk lainny. Hal ini juga memungkinkan karang genus ini untuk tumbuh cepat dan mengisi tempat pada terumbu, baik di atas maupun di bawah karang lainnya.
Pertumbuhan karang batu (sleractinia) dalam hal ini genus Acropora Spesies dari Acropora  lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis karang batu lainnya hal ini disebabkan karenas bentuk pertumbuhan karang ini adalah tercabang (branching) sehingga proses kalsifikasi yang terjadi lebih cepat. Sedangkan jenis karang yang bentuk pertumbuhannya seperti otak (masif) pertumbuhannya sangat lambat karena memerlukan kalsium karbonat (CaCO3) yang banyak sehinga proses kalsifikasi yang ada berjalan sangat lambat.
2.3.    Pertumbuhan
Menurut defenisi pertumbuhan karang merupakan petambahan panjang linear,   berat, volume, atau luas kerangka atau  bangunan kapur (Calsium) spesies karang dalam kurun waktu tertentu (Budemeier dan Tinzie 1962 dalam Supriharyono, 2000).
Koloni karang hermatiphik mengandung alga (zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis dengan terumbu karang. Zooxanthellae yang di koloni karang membentuk bangunan karangn.Gereau dan Gereau (1959)  dalam Supriharyono, (2000) menyatakan bahwa merupakan factor yang esensial dalam proses klasifikasi atau produksi kapur bagi hermathipic corals atau reef building corals. Pertumbuhan setiap spesies karang berbeda. Spesies tertentu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu bias mencapai 2 cm/bulan (karang bercabang) tetapi ada pula yang mempunyai pertumbuhan sangat lambat yaitu 1 cm/tahun.
Kecepatan tumbuhan karang juga ditentukan oleh kondisi lingkungan dimana hewan ini berada. Perairan yang kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan karang, maka karang tumbuh lebih cepat di bandingkan dengan daerah yang lingkungannya tercemar. (Supriharyono. 2000)


2.4.    Parameter Lingkungan
Pertumbuhan karang dan penyebaran terumbu karang tergantung pada kondis     lingkungannya, Dahuri dkk (2004). Kondisi ini pada kenyatannya tidak selalu tetap tetapi seringkali berubah karena adanya gangguan baik yang berasal dari alam atau aktifitas manusia. Faktor kimia dan fisik yang diketahui dapat mempengaruhi pertumbuhan karang antara lain cahaya matahari. Suhu, salinitas dan sedimen, sedangkan faktor biologis biasanya berupa predator atau pemangsa (Supriharyono. 2000).

2.4.1 Cahaya
Sinar matahari merupakan hal yang sangat penting dalam melengkapi cahaya yang di butuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis.tumbuhan tidak dapat hidup terus tanpa adanya cahaya mataari yang cukup,sehingga penyabarannya di batasi pada daera kedelaman dimana cahaya matahari masi dapat dijumpai. Penyinaran matahari akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tinggi kedalaman laut (Hutabarat dan Evas, 1984).
Karang hermatipik membutukan cahaya yang cukup untuk kegiatan fotosintesa dari alga yang berada dalam jaringannya. Dalamnya penetrasi cahaya yang menentukan jangkauan kedalaman yang dapat dihuni oleh karang hermatipik (Lalamentik, 1991).
Berkaitan dengan pengaruh cahaya terhadap karang, maka faktor  kedalaman juga membatasi kehidupan binatang karang. Pada perairan yang jernih mungkin penetrasi cahaya  bisa sampai pada lapisan yang sangat dalam, namum  secara umum karangt tumbuh lebih baik pada kedalaman kurang dari 20 m (Kinsman, 1964 dalam supriharyono, 2000).
2.4.2.      Suhu
Pada permukaan laut, air murni berada dalam kedalaman cair pada suhu tertinggi 100ºC dan suhu terendah 0ºC. karena adanya salinitas dan densitas maka air laut dapat cair pada suhu dibawah 0ºC. Suhu air laut berkisar antara suhu  dibawah 0ºC sampai 33ºC. Perubahan suhu dapat berpengaruh kepada sifat-sifat laut lainnya dan kepada biota laut (romimohhtarto dan Juanaa,2001). Selanjutnya Nontji (2002) menyatakan bahwa hewan laut hidup dalam batas-batas suhu yang tertentu, ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, sebaliknya adapula yang mempunyai toleransi kecil.
Suhu merupakan factor penting yang menetukan kehidupan karang, Supriharyono (2000), selanjutnya ditambahkan oleh Wells, (1959) dalam Supriharyono (2000) bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara 25-29ºC, dengan perkembangan paling optimal pada perairan yang memiliki rata-rata suhu tahunannya antara 23 - 25ºC (Tomascik, 1991 dalam Yusuf 2005).

2.4.3.      Salinitas
Salinitas secara umum dapat disebut sebagai jumlah kandungan garam dari suatu perairan, yang dinyatakan dalam permil (‰). Kisaran salinitas air laut berada antara 0 – 40 g/kg air laut. Secara umum, salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata berkisar antara 32 – 34 ‰ (Dahuri dkk, 2004).
Nybaken, (1988) menyatakan bahwa karang hermatipik adalah organism lautan yang tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dan salinitas yang normal yaitu 32 – 35 ‰ (Nybaken, 1988).
2.4.4.      Arus
Arus merupakan gerakan air yang sangat luas terjadi pada seluruh dunia, Hutubarat dan Evans (1984). Kemudian Nontji, (2002) menyatakan bahwa arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan densitas air laut atau pula dapat di sebabkan oleh gerakan gelombang panjang.
Karang Acropora Menurut Bengen (1995) tergolong sensitive karena membutuhkan kecerahan perairan yang tinggi dan perairan terbuka dengan sirkulasi air yang bebas. Karakteristik lingkungan seperti ini diperlukan karena tipe karang ini tidak dapat membersikan diri sendiri sebab memiliki polib yang relative kecil sehingga memerlukan ombak dan arus yang sesuai. Smith dalam Lalamentik, (1991) menambahkan bahwa semakin cepat arus dapat membantu karang dalam menghalau sedimen yang terjadi dalam proses pembeersihan diri.
2.4.5.      Sedimentasi
Sedimentasi menurut Supriharyono, (2000) merupakan masalah yang umum di daerah tropis, pembangunan di daerah pantai dan aktifitas manusia seperti pengerukan dan pembukaan hutan menyebabkan pembebesan sedimen ke perairan pantai atau ke daerah terumbu karang. Selanjutnya Lalamentik, (1991) menyatakan bahwa banyak tipe sedimen yang muncul pada dan sekitar terumbu karang, termasuk didalamnya hancuran karang yang kasar, berbagai tipe pasir dan lumpur yang halus.
Menurut Dahuri dkk. (2001) sedimentasi dapat menyebabkan kematian pada karang baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedimentasi yang dapat langsung mematikan binatang karang mempunyai ukuran yang besar atau banyak sehingga dapat menutupi polib karang (Hubbard dan Pocock, 1972; bak dan Elgersuizen, 1976 dalam Supriharyono, (2000). Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah terjadinya penurunan penetrasi cahaya matahari ayng penting untuk fotosintesis alga simbiot atau zooxanthellae, dan banyaknya energy yang dikeluarkan untuk menghalau sedimen yang berakibat turunnya laju pertumbuhan karang (Pastorok dan Bilyard, 1985 dalam Supriharyono, 2000).

2.5.      Transplantasi Karang

Transplantasi karang (coral transplantation) adalah pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk dicangkok di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami. Transplantasi karang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada (Harriott, 1988 dalam Anonim, 2010)
Kegiatan transplantasi di Indonesia telah dilakukan di Pulau Pari Kepulauan Seribu dengan menggunakan substrat keramik, beton dan gerabah. Tujuannya adalah untuk program percontohan dalam merehabilitasi pulau-pulau yang kondisi terumbu karangnya sudah rusak serta dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata laut, program pendidikan, penelitian dan uji coba dibidang perdagangan
Dimasa mendatang transplantasi karang akan memiliki banyak kegunaan antara lain: untuk melapisi bangunan-bangunan bawah laut sehingga lebih kokoh dan kuat untuk memadatkan spesies karang yang jarang atau terancam punah dan untuk kebutuhan pengambilan karang hidup bagi hiasan akuarium (Moka, 1995 dalam Anonim, 2010)
2.5.1 Teknik-Teknik Transplantasi Karang

Untuk mengurangi stres, karang yang akan ditransplantasi dilepaskan secara hati-hati dan ditempatkan dalam wadah plastic berlubang serta proses pengangkutan dilakukan di dalam air.
Karang untuk transplantasi harus diambil dari tempat yang sama dengan tempat pelaksanaan transplantasi terutama dalam hal pergerakan air, kedalaman dan turbiditas Transplantasi karang dalam koloni besar dapat dilakukan walaupun tanpa memerlukan perlekatan . Tingkat ketahanan hidup karang yang ditransplantasi dapat tinggi walaupun tidak dilekatkan pada substrat asal saja pelaksanaannya dilakukan di daerah terlindung terutama dari aksi gelombang Contoh beberapa metode-metode transplantasi karang yang
dapat digunakan dapat dilihat pada Gambar 1. Keunggulan dan Kelemahan dari masing-masing metode transplantasi karang dapat dilihat pada Tabel 1









Gambar 1. Metode-metode transplantasi yang dapat digunakan
Keterangan Gambar:

1.       Patok besi
2.       Karang bercabang
3.       Jaring
4.       Karang masif
5.       Substrat gerabah
6.       Karang Submasif
7.       Rangka Besi

a.       Metode Patok
b.      Metode Jaring
c.       Metode Jaring dan Substrat
d.      Metode Jaring dan Rangka
e.       Metode Jaring, Rangka dan Substrat

Tabel 1. Keunggulan dan Kelemahan Beberapa Metode Transplantasi Karang

Metode Transplantasi
Bahan dan Cara Kerja

Keunggulan

Kelemahan

a.       Metode Patok
Patok kayu tahan air atau besi yang dicat anti karat ditancapkan di perairan
Biaya yang dibutuhkan sangat sedikit, pemasangan relative mudah. Gangguan sampah hamper tidak ada. Cocok untuk karang lunak, waktu/lamaa pekerjaan relative singkat
Tata letak metode patok didasar perairan tidak teratur, karenasangat tergantung dari kondisi dasar perairan. Karang besi dapat menyebkan pencemaran
b.      Metode Jaring
Jarring atau waring bekas dan tali ris dengan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan
Bahan muda didapatkan, dapat menggunakan bahan bekas,biaya lebih murah, baik untuk tiap karang massif (bukan bercabang)
Sulit untuk dibersikan, sukar dalam pengukurang terutama untuk mengukur tinggi, pertumbuhan karang tidak rata, kedudukan media didasar perairan kurang stabil
c.       Metode Jaring dan substrat
Jarring yang dilengkapi dengan substrat yang terbuat dari semen, keramik atau gerabah dengan ukuran 10 x 10 cm
Pengukuran relative lebih murah, lebih rapid dan teratur, baik untuk karang yang bercabang.
Biaya lebih mahal, proses pemasangan lebih rumit, membutuhkan tenaga yang lebih banyak, membutuhkan waktu yang lebih lama
d.      Metode jarring dan rangka
Rangka besi yang dicat anti karat dan diatasnya ditutupi dengan jaring yang diikat secara kuat dan rapih. Rangka yang ideal berukuran 100 x 80 cm berbentuk bujur sangkar dan pada bagian ujung-ujung bujur sangkar, terdapat kaki-kaki tegak lurus masing-masing sepanjang 10 cm, di bagian bujur sangkarnya ditutupi dengan jaring tempat mengikat bibit bibit transplantasi
Konstruksinya lebih kokoh daripada metode 1,2 dan 3 dapat ditata sesuai dengan keinginan, monitoring dan evaluasi lebih mudah, baik bagi karang massif bercabang, memiliki nilai estetika.
Berbagai karang yang berbentuk bercabang tidak dapat tumbuh dengan tegak, biaya sedikit lebih mahal. Rangka besi dapat menyebabkan pencemaran
e.       Metode jarring Rangka dan Substrat
Metode ini merupakan perpaduan antara metode 3 dan 4. Ukuran diameter substrat + 10 cm dengan tebal 2 cm, panjang patok 5-10cm, bahan patok terbuat dari peralatan kecil yang diisi semen dan diberi cat agar tidak mengakibatkan pencemaran, rangka sebaiknya berbentuk siku berukuran 100 x 80 cm dan diberi cat agar tidak mengakibatkan pencemaran
Lebih koko dan kuat, cocok untuk obyek penelitian, cocok untuk karang lunak dan karang bercabang, memiliki nilai estetika, bernilai ekonomis
Biaya yang dibutuhkan relative mahal, rangka besi dapat menyebabkan pencemaran
Sumber ; Anonim 2010. Pelatihan Ekologi Terumbu Karang; Laporan Akhir, Yayasan Lanra Link Makassar




















III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di periaran pantai sulamadaha kota Ternate yang dilakukan selama 2 (dua) Bulan, yaitu pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2010
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam Penelitian ini disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian
No.
Alat dan Bahan
Kegunaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14


Peralatan SCUBA
Pisau Selam
Thermometer
(GPS)
Hand Refraktometer
Secchi disk
Meteran Arus Gestner
Sedimen Trap
Kamera digital bawah laut
Alat tulis menulis
Kantong plastik
Kertas label
Kaliper
Karang


Alat meyelam
Pemotong sampel
Mengukur suhu air
Menentukan posisi lokasi penelitian
Mengukur salinitas air
Mengukur kecerahan
Mengukur arus
Prangkap sedimen
Untuk dokumentasi
Mencatat hasi pengamatan sampel
Sebagai wadah sampel gastropoda
Pemberian nama pada wadah sampel
Mengukur Pertambangan Tinggi Karang
Objek Penelitian


3.3. Metode Pengambilan Data
Pengambilan data transplantasi karang dilakukan dengan menggunakan metode Jaring, Rangka dan Substrat. Substrat buatan yang digunakan adalah blok semen, yang terbuat dari campuran pasir, kerikil dan semen lalu dicor berbentuk bulat ukuran diameter 10 cm dan tebal 3 cm. Pada bagian tengahnya dibuat patok tiang setinggi 10 cm. Pada bagian tepinya dibuat 2 lubang pada arah yang berbeda, untuk tempat mengikat substrat pada media penempelan. Rangka, Jaring dan Substrat Pada metode ini bahan yang digunakan terdiri dari jaring yang dilengkapi dengan substrat buatan, dengan jarak antara substrat sekitar 25 cm. Kemudian metode rangka terbuat dari rangka besi yang dicat anti karat di atasnya ditutupi dengan jaring yang diikat secara kuat dan rapih. Rangka berukuran 100 x 100 cm berbentuk bujur sangkar dan pada bagian ujung-ujung bujur sangkar terdapat kaki-kaki tegak lurus masing-masing sepanjang 10 cm. Di bagian bujur sangkarnya ditutupi dengan jaring tempat mengikat bibit transplantasi. Jarak masing-masing bibit sekitar 25 cm. (Deslina, 2004)


jaring
 
           






100cm
 


100cm
 
 



Gambar 2. Rangka yang digunakan sebagai tempat untuk mengikat substrat
Cara transplantasi karang yaitu spons (karang) dipotong/diambil dari induk karang kemudian ditempatkan pada wadah plastic berlubang selama proses pengangkutan di dalam air, kemudian fragmen yang telah dipoting tadi diletakkan pada substrat buatan dan kemudian dirangkai pada kerangka besi dan diikat dengan jarak antar fragmen adalah 25 cm (Anonim 2002)
          


                                                                          2 cm  
                                                Koloni yang di                                                                                                                                                               ambil                                                                   10 cm
                        (a)                                                                    (b)
Gambar 3. (a) Koloni karang yang akan dipotong (b) Substrat dan cara penempatan koloni karang pada substrat (sumber; Deslina 2004)

            Untuk pengukuran panjang rata-rata jumlah karang yang ditransplantasikan digunakan caliper dengan mengukur setiap fragmen. Selama penelitian dilakukan pengukuran parameter pertumbuhan dari karang yang ditransplantasikan dan pengukuran parameter air. pengukuran parameter perairan dimulai pada waktu pemotongan sampel karang dan selanjutnya dilakukan pengamatan selama seminggu sekali.


3.4. Teknik Analisis Data
Pencapaian pertumbuhan dari jenis karang yang ditransplantasikan dengan substrat buatan digunakan beberapa pendekatan sebagai berikut :
1.      Pertumbuhan karang yang didasari pada panjang linear akan dihitung dengan mengukur panjang rata-rata dari jumlah cabang karang yang ditransplantasikan dan perubahan nilai rata-rata sesuai periode waktu pengukuran (Supriharyono, 2000) dengan rumus sebagai berikut : Pertambahan panjang cabang = Panjang Cabang Terakhir – Panjang Cabang Awal
2.      Pertumbuhan Relatif dihitung dengan menggunakan rumus Anonimous (2001a) sebagai berikut :

Dimana :
Ln = Panjang Akhir
Lo = Panjang Awal
3.      Tingkat Ketahanan Hidup dihitung dengan menggunakan rumus Auberson (1982); Rotinsulu (1995) dalam  Deslina (2004) sebagai berikut :

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2001a. Petunjuk Teknis Transplantasi Karang. Dirjen Pengembangan
Pulau-Pulau Kecil, Jakarta.

--------------, 2001b. Rencana Pengelolaan Ekosistem Wilayah pesisir (Terumbu
Karang, mangrove, Lamun), IPB, Bogor.
--------------, 2010. Pelatihan Ekologi Terumbu Karang; Laporan Akhir, Yayasan Lanra Link Makassar

Bengen, D.G.1995. Sebaran Spasial Karang (Scleratinia) dan Asosiasinya Dengan Karakteristik Habitat di Pantai Blebu dan Pulau Sekapal Lampung Selatan. Prosindings Seminar Nasional Pengelolaan Terumbu Karang. LIPI
Dahuri, R. J. Rais, S.P Ginting dan M.J sitepu, 2004. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pranya Paramita Jakarta
Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, 2007, Pedoman Penangkaran/Transplantasi Karang Hias Yang Diperdagangkan, http://www.google.blogspot.com
Hari Sutanta. 2006. Kualitas Karang Indonesia Turun Hingga 50%. Satu Dunia.
Hutabarat, S dan S.M evans, 1984. Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia
Kaleka Deslina, 2004 Transplantasi Karang Batu Marga Acropora Pada Substrat Buatan di Perairan Toblolong Kabupaten Kupang, Makalah Perorangan Semester Ganjil 2004 Falsafah Sains (PPS 702) Program S3, Desikaleka@yahoo.com, http://www.google.blogspot.com

Lalamentik, L.T.X.1991.Karang dan Terumbu Karang. Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi, Manado
Nontji,A. 2002, Laut Nusantara. Djambata, Jakarta
Nybaken, J.W, 1988 Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologi, Gramedia. Jakarta
Romimohtarjo. K dan Juana. 2001 Biologi Laut, Djambatan, Jakartta
Suharsono,1996. Jenis-jenis Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Proyek Penelitian dan Pengembangan Daerah Pantai, Jakarta
Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Djambatan Jakarta
Taher, M.S. 2004 Inventarisasi Karang Batu di Perairan sulamadaha Kota Ternate. Skripsi fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate.
Tomascik, T. 1991. Coral Reef ecosystem environmental Managemen Guild. KLH/EMDI. Jakarta
Yusuf rusli, 2005, Laju Pertumbuhan Alami Karang (Acropora formasa) di Perairan Kota Tidore Kepulauan (Studi Kasus Perbandingan Dengan Perairan Sulamadaha Kota Ternate), Skripsi, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate