I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perairan Indonesia yang luasnya 5,1 juta km2,
termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Salah satu keanekaragaman hayati
yang hidup di laut adalah terumbu karang. Jumlah jenis karang batu (hard coral) di Indonesia tercatat
sebanyak 590 jenis, yang didominasi oleh karang dari genus Acropora (91 jenis), Montipora
(29 jenis) dan Porites (14 jenis).
(Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam 2007)
Namun selama setengah
abad terakhir, kualitas terumbu karang (coral
reef) di pulau-pulau kecil Indonesia telah turun hingga 50%. Tercatat
antara tahun 1989-2000, keberadaan terumbu karang dengan tutupan karang hidup
sebesar telah menurun dari 36% menjadi 29% (Hari Sutanta, 2006).
Kerusakan ini lebih
banyak disebabkan karena aktivitas manusia. Secara umum ada dua jenis aktivitas
manusia yang memicu kerusakan terumbu karang. Pertama, pengambilan ikan secara
berlebih. Kedua, pengambilan ikan dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan.
Pengambilan ikan dengan menggunakan bom dan sianida masih sering terjadi di
Indonesia. Sebagai akibat kerusakan terumbu karang, terjadi abrasi atau
pengikisan garis pantai secara serius. Pada saat yang sama, memburuknya abrasi
juga menyebabkan kerusakan karang dalam luasan yang cukup besar.
Dalam upaya
menanggulangi masalah tersebut khususnya dalam rangka memulihkan kembali fungsi
dan peranan ekosistem terumbu karang sebagai habitat biota laut, perlu segera
diambil tindakan nyata untuk menjaga kelestarian ekosistem karang melalui upaya
rehabilitasi sumber daya karang yang sudah mengalami kerusakan. Salah satu
upaya tersebut dapat dilakukan melalui transplantasi karang.
Pelaksanaan Transplantasi karang telah banyak
dipraktekkan di berbagai pulau di Indonesia. Akan tetapi biasanya transplantasi
dilakukan dengan meletakkan sejenis kerangka barang, misalnya kerangka kapal.
Mobil, dll yang nantinya diharapkan akan menjadi tempat tinggal baru bagi ikan.
Terumbu Karang
merupakan salah satu sumberdaya alam pesisir yang ada di Maluku Utara yang
penyebarannya tersebar luas dan belum mendapat perhatian serius tentang
permasalahan didalamnya terutama yang terdapat di perairan pantai sulamadaha. Perairan
pantai Sulamadaha yang terdapat di kota Ternate termasuk salah satu tempat
wisata bahari yang memiliki terumbu karang yang sangat indah dan menarik. Namun
sangat disayangkan. Terumbu karang yang terdapat disekitar perairan tersebut
terancam rusak. Dalam upaya pelestarian dan pengembangan pantai sulamadaha
sebagai tempat wisata bahari maka perlu segera diambil tindakan nyata untuk menjaga
kelestarian ekosistem karang melalui upaya rehabilitasi sumberdaya karang,
salah satu upaya tersebut dapat dilakukan melalui teknologi transplantasi
karang sehingga kelestarian dari ekosistem karang dapat terjaga.
Berdasarkan uraiyan
singkat diatas maka dianggap perlu melakukan penelitian tentang Transplantasi Karang
Batu (Acropora sp) dengan menggunakan
substrat (Beton) di Perairan pantai Sulamadaha Kota Ternate
1.2.Tujuan
dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini
bertujuan untuk ;
1. Untuk
mengetahui pertumbuhan karang batu (Acropora)
yang ditransplantasikan dengan menggunakan substrat (beton) di perairan pantai
Sulamadaha.
2. Mengetahui
pengaruh parameter lingkungan terhadap pertumbuhan karang yang di
transplantasikan.
1.3.
Manfaat Penelitian
Manfaat
dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan
instansi terkait mengenai pentingnya menjaga kelestarian dari terumbu karang,
dan sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Klasifikasi
Dalam Klaasifikasi dunia Hewan, Karang
Termasuk Dalam Kelas Anthozoa (suatu
kelas dalam filum colenterata). Secara garis besar Veron (1986) dalam Yusuf (2005) Mengklasifikasikan
karang Acropora sebagai berikut :
Filum :Colenterata/Cnidaria
Kelas : Anthozoa
Ordo : Scleractinia
Famili : Acroporidae
Genus : Acropora
2.2.
Morfologi
Marga Acropora
mempunyai bentuk percabangan sangat bervariasi dari karimboba, aborsen, kapitosa dan lain-lain. Ciri khas dari
marga ini adalah mempunyai axial koralit dan radial koralit. Bentuk
koralit juga bervariasi dari bentuk tubular, harifon dan tenggelam.
Acropora
mempunyai bentuk percabangan aborsen dengan percabangan rampai sampai gemuk.radial koralit membentuk tabung
dengan bukan membulat atu oval tersusun merata dan rapat. Warna koloni
kecoklatan dengan unjung cenderung memutih. Terbesar di seluruh perairan
Indonesia (Wells 1995 dalam Suharsono, 1996).
Terumbuh karang di
daerah tropis secara fisik didominasi oleh organisme yang hidupnya menetap dalam
jangka waktu yang panjang. Karang Scelractinia
yang umumnya yang hidup secara berkoloni dan memiliki alga filamen (zooxanthellae) yang hidup pada
jaringan tubuhnya, memiliki banyak
bentuk mulai dari tegak seperti pohon, tabel ataupun semak hinga bentuk yang
tidak tegak seperti kerak ataupun piringan. Ukuran maksimum, laju pertumbuhan, laju
produksi serta kisan habitat yang didiami sangat berbeda tiap spesiesnya (Tomascik,
1991 dalam Yusuf 2005).
Karang acropora berbeda
dari yang lainnya dalam hal dua tipe polip yang di milikinya. Polip bagian
tengah atau bagian aksial melintasi bagian tengah dari sebuah cabang dan
membuka pada unjungnya. Pada saat unjung cabang tersebut tumbuh maka akan
membentuk pucuk dengan sejumla polip jenis lainnya disebut polip radial.
Percabangan selanjutnya terjadi pada saat sebuah koralit radial berubah menjadi
sebuah koralit aksial dan mulai memanjang dan membentuk pucuk. Tipe perubahan ini memungkinkan terbentuknya
sejumlah besar bentukan sehinga karang Acropora
dapat terlihat menyerupai pohon, semak, tabel, pelat dan berbagai bentuk
lainny. Hal ini juga memungkinkan karang genus ini untuk tumbuh cepat dan
mengisi tempat pada terumbu, baik di atas maupun di bawah karang lainnya.
Pertumbuhan karang batu
(sleractinia) dalam hal ini genus Acropora Spesies dari Acropora lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan
jenis karang batu lainnya hal ini disebabkan karenas bentuk pertumbuhan karang
ini adalah tercabang (branching) sehingga
proses kalsifikasi yang terjadi lebih cepat. Sedangkan jenis karang yang bentuk
pertumbuhannya seperti otak (masif)
pertumbuhannya sangat lambat karena memerlukan kalsium karbonat (CaCO3) yang
banyak sehinga proses kalsifikasi yang ada berjalan sangat lambat.
2.3.
Pertumbuhan
Menurut defenisi
pertumbuhan karang merupakan petambahan panjang linear, berat, volume, atau luas kerangka atau bangunan kapur (Calsium) spesies karang dalam
kurun waktu tertentu (Budemeier dan Tinzie 1962 dalam Supriharyono, 2000).
Koloni karang
hermatiphik mengandung alga (zooxanthellae)
yang hidup bersimbiosis dengan terumbu karang. Zooxanthellae yang di koloni karang membentuk bangunan
karangn.Gereau dan Gereau (1959) dalam
Supriharyono, (2000) menyatakan bahwa merupakan factor yang esensial dalam
proses klasifikasi atau produksi kapur bagi hermathipic
corals atau reef building corals. Pertumbuhan setiap spesies
karang berbeda. Spesies tertentu mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, yaitu
bias mencapai 2 cm/bulan (karang bercabang) tetapi ada pula yang mempunyai
pertumbuhan sangat lambat yaitu 1 cm/tahun.
Kecepatan tumbuhan
karang juga ditentukan oleh kondisi lingkungan dimana hewan ini berada.
Perairan yang kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan karang, maka karang
tumbuh lebih cepat di bandingkan dengan daerah yang lingkungannya tercemar. (Supriharyono.
2000)
2.4.
Parameter
Lingkungan
Pertumbuhan karang dan penyebaran terumbu karang
tergantung pada kondis lingkungannya,
Dahuri dkk (2004). Kondisi ini pada kenyatannya tidak selalu tetap tetapi
seringkali berubah karena adanya gangguan baik yang berasal dari alam atau
aktifitas manusia. Faktor kimia dan fisik yang diketahui dapat mempengaruhi
pertumbuhan karang antara lain cahaya matahari. Suhu, salinitas dan sedimen, sedangkan
faktor biologis biasanya berupa predator atau pemangsa (Supriharyono. 2000).
2.4.1
Cahaya
Sinar
matahari merupakan hal yang sangat penting dalam melengkapi cahaya yang di
butuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis.tumbuhan tidak dapat hidup terus
tanpa adanya cahaya mataari yang cukup,sehingga penyabarannya di batasi pada
daera kedelaman dimana cahaya matahari masi dapat dijumpai. Penyinaran matahari
akan berkurang secara cepat sesuai dengan makin tinggi kedalaman laut
(Hutabarat dan Evas, 1984).
Karang
hermatipik membutukan cahaya yang cukup untuk kegiatan fotosintesa dari alga
yang berada dalam jaringannya. Dalamnya penetrasi cahaya yang menentukan
jangkauan kedalaman yang dapat dihuni oleh karang hermatipik (Lalamentik, 1991).
Berkaitan
dengan pengaruh cahaya terhadap karang, maka faktor kedalaman juga membatasi kehidupan binatang
karang. Pada perairan yang jernih mungkin penetrasi cahaya bisa sampai pada lapisan yang sangat dalam,
namum secara umum karangt tumbuh lebih
baik pada kedalaman kurang dari 20 m (Kinsman, 1964 dalam supriharyono, 2000).
2.4.2.
Suhu
Pada permukaan laut,
air murni berada dalam kedalaman cair pada suhu tertinggi 100ºC dan suhu
terendah 0ºC. karena adanya salinitas dan densitas maka air laut dapat cair
pada suhu dibawah 0ºC. Suhu air laut berkisar antara suhu dibawah 0ºC sampai 33ºC. Perubahan suhu dapat
berpengaruh kepada sifat-sifat laut lainnya dan kepada biota laut
(romimohhtarto dan Juanaa,2001). Selanjutnya Nontji (2002) menyatakan bahwa
hewan laut hidup dalam batas-batas suhu yang tertentu, ada yang mempunyai
toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, sebaliknya adapula yang mempunyai
toleransi kecil.
Suhu merupakan factor
penting yang menetukan kehidupan karang, Supriharyono (2000), selanjutnya
ditambahkan oleh Wells, (1959) dalam Supriharyono
(2000) bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara
25-29ºC, dengan perkembangan paling optimal pada perairan yang memiliki
rata-rata suhu tahunannya antara 23 - 25ºC (Tomascik, 1991 dalam Yusuf 2005).
2.4.3.
Salinitas
Salinitas secara umum
dapat disebut sebagai jumlah kandungan garam dari suatu perairan, yang
dinyatakan dalam permil (‰). Kisaran salinitas air laut berada antara 0 – 40
g/kg air laut. Secara umum, salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata
berkisar antara 32 – 34 ‰ (Dahuri dkk,
2004).
Nybaken, (1988)
menyatakan bahwa karang hermatipik adalah organism lautan yang tidak dapat
bertahan pada salinitas yang menyimpang dan salinitas yang normal yaitu 32 – 35
‰ (Nybaken, 1988).
2.4.4.
Arus
Arus merupakan gerakan
air yang sangat luas terjadi pada seluruh dunia, Hutubarat dan Evans (1984).
Kemudian Nontji, (2002) menyatakan bahwa arus merupakan gerakan mengalir suatu
masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, atau karena perbedaan
densitas air laut atau pula dapat di sebabkan oleh gerakan gelombang panjang.
Karang Acropora Menurut Bengen (1995) tergolong
sensitive karena membutuhkan kecerahan perairan yang tinggi dan perairan
terbuka dengan sirkulasi air yang bebas. Karakteristik lingkungan seperti ini
diperlukan karena tipe karang ini tidak dapat membersikan diri sendiri sebab
memiliki polib yang relative kecil sehingga memerlukan ombak dan arus yang
sesuai. Smith dalam Lalamentik,
(1991) menambahkan bahwa semakin cepat arus dapat membantu karang dalam
menghalau sedimen yang terjadi dalam proses pembeersihan diri.
2.4.5.
Sedimentasi
Sedimentasi menurut
Supriharyono, (2000) merupakan masalah yang umum di daerah tropis, pembangunan
di daerah pantai dan aktifitas manusia seperti pengerukan dan pembukaan hutan
menyebabkan pembebesan sedimen ke perairan pantai atau ke daerah terumbu
karang. Selanjutnya Lalamentik, (1991) menyatakan bahwa banyak tipe sedimen
yang muncul pada dan sekitar terumbu karang, termasuk didalamnya hancuran
karang yang kasar, berbagai tipe pasir dan lumpur yang halus.
Menurut Dahuri dkk.
(2001) sedimentasi dapat menyebabkan kematian pada karang baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sedimentasi yang dapat langsung mematikan binatang
karang mempunyai ukuran yang besar atau banyak sehingga dapat menutupi polib
karang (Hubbard dan Pocock, 1972; bak dan Elgersuizen, 1976 dalam Supriharyono, (2000). Sedangkan
pengaruh tidak langsung adalah terjadinya penurunan penetrasi cahaya matahari
ayng penting untuk fotosintesis alga simbiot
atau zooxanthellae, dan banyaknya
energy yang dikeluarkan untuk menghalau sedimen yang berakibat turunnya laju
pertumbuhan karang (Pastorok dan Bilyard, 1985 dalam Supriharyono, 2000).
2.5.
Transplantasi
Karang
Transplantasi
karang (coral
transplantation) adalah pencangkokan
atau pemotongan karang hidup untuk dicangkok di tempat lain atau di tempat yang
karangnya telah mengalami kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan
terumbu karang alami. Transplantasi karang berperan dalam mempercepat
regenerasi terumbu karang yang telah rusak, dan dapat pula dipakai untuk
membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada (Harriott, 1988 dalam Anonim, 2010)
Kegiatan
transplantasi di Indonesia telah dilakukan di Pulau Pari Kepulauan Seribu
dengan menggunakan substrat keramik, beton dan gerabah. Tujuannya adalah untuk
program percontohan dalam merehabilitasi pulau-pulau yang kondisi terumbu
karangnya sudah rusak serta dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata laut,
program pendidikan, penelitian dan uji coba dibidang perdagangan
Dimasa
mendatang transplantasi karang akan memiliki banyak kegunaan antara lain: untuk
melapisi bangunan-bangunan bawah laut sehingga lebih kokoh dan kuat untuk
memadatkan spesies karang yang jarang atau terancam punah dan untuk kebutuhan pengambilan
karang hidup bagi hiasan akuarium (Moka, 1995 dalam Anonim, 2010)
2.5.1 Teknik-Teknik Transplantasi Karang
Untuk
mengurangi stres, karang yang akan ditransplantasi dilepaskan secara hati-hati
dan ditempatkan dalam wadah plastic berlubang serta proses pengangkutan
dilakukan di dalam air.
Karang
untuk transplantasi harus diambil dari tempat yang sama dengan tempat
pelaksanaan transplantasi terutama dalam hal pergerakan air, kedalaman dan
turbiditas Transplantasi karang dalam koloni besar dapat dilakukan walaupun
tanpa memerlukan perlekatan . Tingkat ketahanan hidup karang yang
ditransplantasi dapat tinggi walaupun tidak dilekatkan pada substrat asal saja
pelaksanaannya dilakukan di daerah terlindung terutama dari aksi gelombang
Contoh beberapa metode-metode transplantasi karang yang
dapat
digunakan dapat dilihat pada Gambar 1. Keunggulan dan Kelemahan dari
masing-masing metode transplantasi karang dapat dilihat pada Tabel 1
Gambar 1. Metode-metode transplantasi yang dapat digunakan
Keterangan Gambar:
1. Patok
besi
2. Karang
bercabang
3. Jaring
4. Karang
masif
5. Substrat
gerabah
6. Karang
Submasif
7. Rangka
Besi
|
a. Metode
Patok
b. Metode
Jaring
c. Metode
Jaring dan Substrat
d. Metode
Jaring dan Rangka
e. Metode
Jaring, Rangka dan Substrat
|
Tabel 1.
Keunggulan dan Kelemahan Beberapa Metode Transplantasi Karang
Metode Transplantasi
|
Bahan dan Cara Kerja
|
Keunggulan
|
Kelemahan
|
a.
Metode Patok
|
Patok kayu tahan air atau
besi yang dicat anti karat ditancapkan di perairan
|
Biaya yang dibutuhkan
sangat sedikit, pemasangan relative mudah. Gangguan sampah hamper tidak ada.
Cocok untuk karang lunak, waktu/lamaa pekerjaan relative singkat
|
Tata letak metode patok
didasar perairan tidak teratur, karenasangat tergantung dari kondisi dasar
perairan. Karang besi dapat menyebkan pencemaran
|
b.
Metode Jaring
|
Jarring atau waring bekas
dan tali ris dengan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan
|
Bahan muda didapatkan,
dapat menggunakan bahan bekas,biaya lebih murah, baik untuk tiap karang
massif (bukan bercabang)
|
Sulit untuk dibersikan,
sukar dalam pengukurang terutama untuk mengukur tinggi, pertumbuhan karang
tidak rata, kedudukan media didasar perairan kurang stabil
|
c.
Metode Jaring dan substrat
|
Jarring yang dilengkapi
dengan substrat yang terbuat dari semen, keramik atau gerabah dengan ukuran
10 x 10 cm
|
Pengukuran relative lebih
murah, lebih rapid dan teratur, baik untuk karang yang bercabang.
|
Biaya lebih mahal, proses
pemasangan lebih rumit, membutuhkan tenaga yang lebih banyak, membutuhkan
waktu yang lebih lama
|
d.
Metode jarring dan rangka
|
Rangka besi yang dicat
anti karat dan diatasnya ditutupi dengan jaring yang diikat secara kuat dan
rapih. Rangka yang ideal berukuran 100 x 80 cm berbentuk bujur sangkar dan
pada bagian ujung-ujung bujur sangkar, terdapat kaki-kaki tegak lurus
masing-masing sepanjang 10 cm, di bagian bujur sangkarnya ditutupi dengan
jaring tempat mengikat bibit bibit transplantasi
|
Konstruksinya lebih kokoh
daripada metode 1,2 dan 3 dapat ditata sesuai dengan keinginan, monitoring
dan evaluasi lebih mudah, baik bagi karang massif bercabang, memiliki nilai
estetika.
|
Berbagai karang yang
berbentuk bercabang tidak dapat tumbuh dengan tegak, biaya sedikit lebih
mahal. Rangka besi dapat menyebabkan pencemaran
|
e.
Metode jarring Rangka dan Substrat
|
Metode ini merupakan
perpaduan antara metode 3 dan 4. Ukuran diameter substrat + 10 cm dengan
tebal 2 cm, panjang patok 5-10cm, bahan patok terbuat dari peralatan kecil
yang diisi semen dan diberi cat agar tidak mengakibatkan pencemaran, rangka
sebaiknya berbentuk siku berukuran 100 x 80 cm dan diberi cat agar tidak
mengakibatkan pencemaran
|
Lebih koko dan kuat, cocok
untuk obyek penelitian, cocok untuk karang lunak dan karang bercabang,
memiliki nilai estetika, bernilai ekonomis
|
Biaya yang dibutuhkan relative
mahal, rangka besi dapat menyebabkan pencemaran
|
Sumber ; Anonim 2010. Pelatihan Ekologi Terumbu Karang; Laporan
Akhir, Yayasan Lanra Link Makassar
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di periaran pantai sulamadaha kota Ternate yang dilakukan
selama 2 (dua) Bulan, yaitu pada bulan Oktober sampai dengan bulan November
2010
3.2. Alat dan Bahan
Alat
dan bahan yang digunakan dalam Penelitian ini disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Alat dan Bahan yang digunakan
dalam penelitian
No.
|
Alat dan Bahan
|
Kegunaan
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
|
Peralatan SCUBA
Pisau Selam
Thermometer
(GPS)
Hand Refraktometer
Secchi disk
Meteran Arus Gestner
Sedimen Trap
Kamera digital bawah laut
Alat tulis menulis
Kantong plastik
Kertas label
Kaliper
Karang
|
Alat
meyelam
Pemotong
sampel
Mengukur
suhu air
Menentukan
posisi lokasi penelitian
Mengukur
salinitas air
Mengukur
kecerahan
Mengukur
arus
Prangkap
sedimen
Untuk
dokumentasi
Mencatat
hasi pengamatan sampel
Sebagai
wadah sampel gastropoda
Pemberian
nama pada wadah sampel
Mengukur
Pertambangan Tinggi Karang
Objek
Penelitian
|
3.3. Metode Pengambilan Data
Pengambilan data transplantasi karang dilakukan
dengan menggunakan metode Jaring, Rangka dan Substrat. Substrat buatan yang
digunakan adalah blok semen, yang terbuat dari campuran pasir, kerikil dan
semen lalu dicor berbentuk bulat ukuran diameter 10 cm dan tebal 3 cm. Pada
bagian tengahnya dibuat patok tiang setinggi 10 cm. Pada bagian tepinya dibuat
2 lubang pada arah yang berbeda, untuk tempat mengikat substrat pada media
penempelan. Rangka, Jaring dan Substrat Pada metode ini bahan yang
digunakan terdiri dari jaring yang dilengkapi dengan substrat buatan, dengan
jarak antara substrat sekitar 25 cm. Kemudian metode rangka terbuat dari rangka
besi yang dicat anti karat di atasnya ditutupi dengan jaring yang diikat secara
kuat dan rapih. Rangka berukuran 100 x 100 cm berbentuk bujur sangkar dan pada
bagian ujung-ujung bujur sangkar terdapat kaki-kaki tegak lurus masing-masing
sepanjang 10 cm. Di bagian bujur sangkarnya ditutupi dengan jaring tempat
mengikat bibit transplantasi. Jarak masing-masing bibit sekitar 25 cm.
(Deslina, 2004)
|
|
||||
|
Gambar 2. Rangka yang digunakan sebagai tempat untuk
mengikat substrat
Cara transplantasi karang yaitu spons (karang)
dipotong/diambil dari induk karang kemudian ditempatkan pada wadah plastic
berlubang selama proses pengangkutan di dalam air, kemudian fragmen yang telah
dipoting tadi diletakkan pada substrat buatan dan kemudian dirangkai pada
kerangka besi dan diikat dengan jarak antar fragmen adalah 25 cm (Anonim 2002)
2 cm
Koloni
yang di ambil 10
cm
(a) (b)
Gambar 3. (a) Koloni
karang yang akan dipotong (b) Substrat dan cara penempatan koloni karang pada
substrat (sumber; Deslina 2004)
Untuk pengukuran panjang rata-rata
jumlah karang yang ditransplantasikan digunakan caliper dengan mengukur setiap
fragmen. Selama penelitian dilakukan pengukuran parameter pertumbuhan dari
karang yang ditransplantasikan dan pengukuran parameter air. pengukuran
parameter perairan dimulai pada waktu pemotongan sampel karang dan selanjutnya
dilakukan pengamatan selama seminggu sekali.
3.4. Teknik Analisis Data
Pencapaian pertumbuhan
dari jenis karang yang ditransplantasikan dengan substrat buatan digunakan
beberapa pendekatan sebagai berikut :
1.
Pertumbuhan
karang yang didasari pada panjang linear akan dihitung dengan mengukur panjang
rata-rata dari jumlah cabang karang yang ditransplantasikan dan perubahan nilai
rata-rata sesuai periode waktu pengukuran (Supriharyono, 2000) dengan rumus
sebagai berikut : Pertambahan panjang cabang = Panjang Cabang Terakhir –
Panjang Cabang Awal
2.
Pertumbuhan
Relatif dihitung dengan menggunakan rumus Anonimous (2001a) sebagai berikut :
Dimana
:
Ln =
Panjang Akhir
Lo =
Panjang Awal
3.
Tingkat
Ketahanan Hidup dihitung dengan menggunakan rumus Auberson (1982); Rotinsulu (1995) dalam Deslina (2004) sebagai
berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous,
2001a. Petunjuk Teknis Transplantasi Karang. Dirjen Pengembangan
Pulau-Pulau
Kecil, Jakarta.
--------------,
2001b. Rencana Pengelolaan Ekosistem Wilayah pesisir (Terumbu
Karang, mangrove, Lamun), IPB, Bogor.
--------------,
2010. Pelatihan Ekologi Terumbu Karang; Laporan Akhir, Yayasan Lanra
Link Makassar
Bengen, D.G.1995. Sebaran Spasial Karang (Scleratinia) dan Asosiasinya Dengan
Karakteristik Habitat di Pantai Blebu dan Pulau Sekapal Lampung Selatan.
Prosindings Seminar Nasional Pengelolaan Terumbu Karang. LIPI
Dahuri, R. J. Rais, S.P Ginting dan M.J sitepu,
2004. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Laut Secara Terpadu. Pranya Paramita Jakarta
Direktur Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam,
2007, Pedoman Penangkaran/Transplantasi
Karang Hias Yang Diperdagangkan, http://www.google.blogspot.com
Hari Sutanta. 2006. Kualitas Karang Indonesia Turun Hingga 50%. Satu Dunia.
Hutabarat, S dan S.M evans, 1984. Pengantar Oceanografi. Universitas
Indonesia
Kaleka
Deslina, 2004 Transplantasi Karang Batu
Marga Acropora Pada Substrat Buatan di Perairan Toblolong Kabupaten Kupang,
Makalah Perorangan Semester Ganjil 2004
Falsafah Sains (PPS 702) Program S3, Desikaleka@yahoo.com, http://www.google.blogspot.com
Lalamentik, L.T.X.1991.Karang dan Terumbu Karang. Fakultas Perikanan Universitas Sam
Ratulangi, Manado
Nontji,A. 2002, Laut
Nusantara. Djambata, Jakarta
Nybaken, J.W, 1988 Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologi, Gramedia. Jakarta
Romimohtarjo. K dan Juana. 2001 Biologi Laut,
Djambatan, Jakartta
Suharsono,1996. Jenis-jenis
Karang yang Umum dijumpai di Perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Proyek Penelitian dan
Pengembangan Daerah Pantai, Jakarta
Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Djambatan Jakarta
Taher, M.S. 2004 Inventarisasi
Karang Batu di Perairan sulamadaha Kota Ternate. Skripsi fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate.
Tomascik, T. 1991. Coral Reef ecosystem environmental Managemen Guild. KLH/EMDI.
Jakarta
Yusuf rusli, 2005, Laju Pertumbuhan Alami Karang (Acropora formasa) di Perairan Kota
Tidore Kepulauan (Studi Kasus Perbandingan Dengan Perairan Sulamadaha Kota
Ternate), Skripsi, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun
Ternate
Tidak ada komentar:
Posting Komentar